Daftar Isi
BAB. I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Saat ini, dunia
tengah menghadapi era baru yang ditandai dengan kecenderungan globalisasi. Ada
beberapa faktor yang menjadi pendorong terjadinya globaisasi, yaitu market
drivers, cost drivers, government drivers, dan
competitive drivers. Selain itu masih ada faktor
lain yang menjadi pendorong terjadinya globalisasi, diantaranya revolusi dalam
teknologi informasi dan komunikasi, globalisasi pasar-pasar finansial, dan
penyempurnaan dalam bisnis travel. Pemasaran
global adalah kegiatan pemasaran oleh perusahaan (global) yang mempunyai
bisnis (global) dengan strategi pemasaran, pasar, maupun produk yang sama di
berbagai negara.
Sekarang ini,
pemasaran global sudah meluas ke seluruh negara. Banyak barang atau produk luar
negeri yang dijual dipasaran. Dilain pihak, dengan adanya pemasaran global ini
banyak negara yang merasa diuntungkan tetapi ada beberapa negara pula yang
merasa dirugikan. Diuntungkan dalam hal ini adalah mendapatkan penghasilan
tambahan sebagai devisa negara. Suatu negara yang tidak dapat mengimbangi
adanya globalisasi ini akan berakibat minus dalam berbagai bidang.
B. Tujuan
Tujuan pembuatan makalah ini adalah menambah
pengetahuan kita mengenai pemasaran global, sehingga kita tidak hanya sekedar
membacanya, tetapi bisa kita implementasikan dalam dunia bisnis yang akan kita
rintis. Selain itu juga, tujuan pembuatan makalah ini adalah untuk melengkapi
nilai tugas dalam mata kuliah Pemasaran Internasional
C. Rumusan Masalah
-
Dinamika Kultur Budaya dalam Pemasaran Global,
- Perubahan Kultural
- Dampak Kultural Dalam Perdagangan
- Budaya Dalam Prosses
Negoisasi
BAB II
PEMBAHASAN
A.
DINAMIKA KULTUR BUDAYA DALAM PEMASARAN
Budaya didefenisikan sebagai total jumlah pengetahuan
tentang kepercayaan, nilai-nilai dan kebiasaan untuk melayani secara langsung
perilaku consumer dari anggota masyarakat khusus.
Komponent kepercayaan dan nilai-nilai pada defenisi di
atas berhubungan dengan akumulasi perasaan dan prioritas yang dimiliki individu
tentang sesuatu dan miliknya.
1.
Elemen-elemen Kultural
Komponen
kepercayaan dan nilai-nilai pada definisi di atas berhubungan dengan akumulasi
perasaan dan prioritas yang dimiliki individu tentang sesuatu dan
miliknya. Terdapat empat komponen dalam budaya, yaitu :
1.
Konsep
menyeluruh, budaya terdiri dari hampir semua hal yang mempengaruhi proses
pemikiran individu dan perilakunya. Budaya tidak hanya mempengaruhi preferensi
seorang konsumen, akan tetapi bagaimana konsumen membuat keputusan dan bahkan
bagaimana konsumen memahami dunia sekeliling.
2.
Budaya
diperoleh, budaya tidak meliputi respon dan predisposisi yang diwariskan. Namun
demikian oleh karena sebagian besar perilaku manusia dipelajari dari pada
pembawaan sejak lahir, maka budaya benar-benar mempengaruhi perilaku.
3.
Kekompakan
masyarakat modern sedemikian rupa sehingga budaya jarang memberikan resep yang
rinci untuk perilaku yang tepat. Sebagai gantinya didalam masyarakat industry
budaya memberikan batas kepada setiap individu dalam berpikir atau bertindak.
4.
Ciri pengaruh
budaya, adalah bahwa kita jarang menyadarinya. Seseorang berperilaku, berpikir
dan merasa konsisten dengan anggota lainnya dari budaya yang sama, sebab
kelihatannya memang alamiah atau memang sudah benar apa yang dia lakukan.
Salah
satu contohnya didalam makan pizza, karena budaya yang berbeda, di Amerika
orang menyukai pizza dengan pepperone, di Jepang dengan ikan cumi-cumi, di
Inggris dengan ikan tuna dan jagung, di Guatemala dengan saus kacang hitam, di
Chili dengan remis dan kerangdi Bahama dengan ayam panggang, di Australia
dengan telur dan di India dengan asinan jahe.
Budaya
beroperasi dengan batas yang tidak jelas untuk perilaku individu dan
mempengaruhi fungsi institusi atau lembaga seperti keluarga dan
media masa. Jadi budaya menyediakan kerangka kerja dimana gaya hidup individu
dan rumah tangga terlibat.
Beberapa
perbedaan dalam sikap dan perilaku menjadi krusial dalam menentukan kepuasan
dan mungkin menyediakan sebuah peluang untuk segmentasi konsumen dalam budaya
yang berbeda. Azas berlawanan pada penelitian konsumen Lintas Budaya
yang meskipun konsumen seluruh dunia mungkin sama pada banyak jalan (seperti
peningkatan jumlah wanita yang bekerja keluar rumah), beberapa perbedaan sikap
atau perilaku bisa menjadi krusial dalam penentuan kepuasan dan menyediakan
sebuah peluang untuk segmentasi konsumen dalam budaya berbeda. Walaupun lebih
dari 50% wanita Jepang dan Amerika bekerja diluar rumah (yang mana mempertinggi
kebutuhan untuk banyak produk konvenien dan penghematan waktu).
Analisis
subbudaya memungkinkan manajer pemasaran memfokuskan pada berbagai segmen pasar
yang cukup besar dan alamiah. Ketika melakukan analisis pemasar harus
memperhatikan apakah kepercayaan, nilai-nilai dan kebiasaan yang menjadi
pedoman bagi para anggota subbudaya tertentu dapat menjadikan mereka
calon-calon yang diinginkan untuk di beri perhatian pemasaran secara khusus.
Oleh karena itu subbudaya merupakan unit-unit analisis yang relevan untuk riset
pemasaran.
Gaya
hidup konsumen dipengaruhi oleh keanggotaannya dalam kelompok masyarakat yang
lebih besar, kelompok ini disebut subkultur. Dimana orang yang menjadi anggota
kelompok membagi kepercayaan dan pengalaman biasa kemudian menjadi ketentuan
bagi anggota kelompok lainnya. Setiap konsumen termasuk ke beberapa subkultur.
Keanggotaan dari suatu kelompok subkultur bisa didasarkan pada :
1.
Persamaan umur,
misalnya para manula, remaja, eksekutif muda. Sebuah pertalian budaya terbentuk
diantara jutaan orang yang berasal dari masa selama periode waktu yang sama.
Perubahan penting terjadi pada permintaan individu terhadap setiap jenis produk
dan jasa tertentu karena perubahan usia konsumen mulai dari bayi sampai orang
tua
2.
Kesamaan latar
belakang ras atau etnik atau suku, misalnya arab, india, melayu. Adanya
perbedaan ras tidak dapat disangkal lagi, bahwa keyakinan, nilai-nilai dan
kebiasaan antara satu ras dengan yang lain berbeda. Disamping itu juga
perbedaan warna kulit, profil wajah, tinggi badan dan lain-lain. Kenyataan
inilah yang sering dipakai oleh pemasar untuk membuat segmentasi pasar dan
menentukan pasar sasaran.
3.
Atau kesamaan tempat
tinggal.
B.
Perubahan
Kultural
Tidak
seperti karakteristik biologis yang merupakan pembawaan dari lahir (seperti
seks, kulit, warna rambut atau kecerdasan), budaya dipelajari. Pada awal usia,
kita mulai memperolehnya dari lingkungan social kita sebagai sebuah penetapan
kepercayaan, nilai-nilai dan kebiasaan yang merupakan budaya kita. Untuk
anak-anak, pembelajaran untuk menerima nilai-nilai budaya dan adat adalah
diperkuat melalui proses memainkan permainan mereka. Proses pembelajaran budaya
ini mempersiapkan mereka untuk kehidupan nyata dalam lingkaran kehidupannya.
1.
Bagaimana budaya dipelajari
Terdapat
tiga perbedaan bentuk pembelajaran budaya, yaitu :
a) Pembelajaran
formal, dimana orang dewasa dan orang yang lebih tua mengajar anggota keluarga
yang lebih muda tentang bagaimana mereka berkelakuan.
b) Pembelajaran
informal, dimana anak-anak mempelajari secara primer melalui peniruan perilaku
orang yang dipilih, seperti keluarga, teman, pahlawan film TV.
c) Pembelajaran
teknis, dengan instruksi dari guru pada lingkungan pendidikan tentang apa yang
seharusnya dilakukan dan mengapa harus melakukannya.
Selanjutnya
iklan sebuah perusahaan bisa mempengaruhi ketiga jenis pembelajaran budaya,
seperti banyak iklan produk yang mempertinggi pembelajaran budaya informal
kesediaan audiens dengan sebuah model perilaku untuk meniru. Secara khusus
benar untuk produk yang visible atau menyolok yang dievaluasi dalam penentuan
public (seperti desainer pakaian, hand phone atau status klub golf) dimana
kawan sebaya mempengaruhi seperti memainkan sebuah peran
penting.
2.
Enculturasi dan akulturasi
Enculturasi
adalah pembelajaran pada budaya milik seseorang yang telah diketahui.
Acculturasi adalah pembelajaran pada sebuah budaya baru atau asing yang
sudah diketahui.
3.
Bahasa dan symbol
Untuk
memperoleh sebuah budaya umum, anggota sebuah masyarakat harus bisa
mengkomunikasikannya dengan yang lain melalui sebuah bahasa umum. Tanpa sebuah
bahasa umum penyampaian maksud tidak ada yang bisa dan komunikasi yang benar
tidak pernah terjadi. Untuk mengkomunikasikan secara efektif dengan audiens
mereka, pemasar harus menggunakan symbol yang bernilai untuk menyampaikan image
atau karakteristik produk yang diinginkan, Bentuk symbol disini bias verbal
atau nonverbal.
4.
Ritual
Sejenis
kegiatan simbolik yang terdiri dari rangkaian langkah-langkah atau perilaku
majemuk yang dilakukan dengan urutan tertentu dan diulangi dari waktu ke waktu.
Ritual cendrung dihubungkan dengan benda-benda ritual seperti ketupat lebaran,
pohon cemara natal.
Orang Barat boleh dikatakan secara ritual makan
dan minum roti tawar dengan selai, keju, sereal untuk sarapan. Sedangkan orang
Indonesia merasa belum makan bila belum makan nasi. Oleh sebab itu
sangat sulit bagi produk-produk sereal untuk diterima oleh kebanyakan orang
Indonesia sebagai sarapan paginya.
Ritual dalam
budaya juga dimanfaatkan dalam iklan biskuit coklat berlapis cream dengan merek
Oreo, dimana pengiklan mengajarkan kepada konsumen makan Oreo dengan ritual
tertentu yaitu : diputar, dijilat, dicelupkan kedalam susu dan baru setelah itu
dimakan.Ternyata kiat ini sangat berhasil menarik anak-anak sebagai sasaran
mereka.
5.
Pembagian
budaya
Yang menjadi
pertimbangan karakterisik sebuah budaya adalah sebuah kepercayaan, nilai-nilai
atau praktek harus dibagi dengan sebuah porsi yang significan dari masyarakat.
C. Dampak Kultural Dalam Perdagangan
Analisis
konsumen lintas budaya banyak dilakukan dengan semakin maraknya globalisasi,
antara lain untuk mengetahui apa kesamaan dan perbedaan antara dua atau lebih
budaya. Sehubungan dengan kesamaan standarisasi produk lebih dimungkinkan,
sedangkan perbedaan selera dan pilihan produk antara konsumen lintas budaya
mengharuskan pemasar mencari cara beradaptasi supaya produknya diterima
dinegara sasaran. Ada kemungkinan standarisasi produk diikuti dengan cara-cara
berbisnis dan pemasaran yang berbeda antara negara yang satu dengan negara yang
lainnya. Banyak ahli beranggapan bahwa dalam pemasaran global, akulturasi
sangat dibutuhkan. Dan akulturasi harus dilakukan oleh pemasar terhadap budaya
lokal dan sebaliknya agar produk bisa diterima dipasar sasaran konsumen juga
harus dipengaruhi untuk menerima nilai-nilai
baru.
1)
Kesamaan dan perbedaan
antara masyarakat
Perspektif
pemasaran global menekankan kesamaan konsumen diseluruh dunia dan merupakan
lawan dari strategi pasar lokal yang menekankan perbedaan konsumen pada
bangsa-bangsa yang berbeda beserta orientasi budaya spesifik mereka. Nilai –
nilai pada beberapa negara dapat berbeda dan memiliki keunikan antara yang satu
dengan yang lainnya. Misalnya iklan perusahaan Jepang cendrung mempunyai
komitmen yang kuat pada kelompok, ketergantungan secara sosial dan kolektivism
(bekerja sama antara yang satu dengan yang lainnya)
sedangkan iklan Amerika cendrung pada sikap individualisme, kurang tergantung
secara sosial (bekerja mandiri), menerima ketidakpastian sebagai suatu hal yang
biasa dan lebih suka bersaing untuk menjadi yang terbaik. Jika masuk pasar
multinasional para pemasar harus siap menyesuaikan bauran pemasaran mereka
dengan kebiasaan khusus setiap bangsa yang menjadi pasar sasaran.
2)
Pertumbuhan kelas menengah
global
Pertumbuhan
kelas menengah di negara berkembang adalah sebuah fenomena sangat menarik bagi
pemasar yang seringkali ingin mengidentifikasi pelanggan baru produk mereka. Di
Cina pendapatan $1,500 adalah kelas menengah yang menjadi pertimbangan kekuatan
membeli dan merupakan sebuah target televisi dan computer. Pada bagian lain
pendapatan setara $5,000 menjadi point pertimbangan dimana seseorang menjadi
kelas menengah dan telah diperkirakan lebih dari 1 milyar masyarakat yang
berada dinegara berkembang memenuhi standar ini. Ini penting untuk catatan
lebih dahulu bahwa konsumen pada beberapa negara kurang maju sering tidak bisa
menghasilkan pembayaran sebanyak sebuah produk seperti konsumen pada ekonomi
yang lebih maju lakukan.
3)
Akulturasi merupakan sebuah
kebutuhan sudut pandang pemasaran
Banyak
pemasar merenungkan ekspansi internasional membuat kesalahan strategi percaya
bahwa jika produknya disukai oleh consumer local atau domestic selanjutnya
seseorang akan menyukainya.
4)
Menerapkan teknik riset
Walaupun
teknik dasar penelitian yang sama digunakan mempelajari konsumen domestic
bermanfaat untuk untuk mempelajari konsumen di negeri asing, pada analisis
lintas budaya sebuah beban tambahan ada telah diperdebatkan karena bahasa dan
penggunaan kata yang sering berbeda dari negara ke negara.
Bagaimana
pergerakan budaya memberikan arti bagi kehidupan melalui produk yang digunakan
setiap hari dan bagaimana arti pergerakan ini terhadap sebuah masyarakat
konsumer.
Sebuah range
yang lebar pada teknik pengukuran digunakan dalam mempelajari budaya, misalnya
:
1.
Test
proyeksi digunakan oleh psychologis untuk mempelajari motivasi dan kepribadian
dan
2.
Teknik
pengukuran sikap digunakan oleh psikologi dan sosiologi masyarakat yang secara
relative merupakan peralatan populer dalam studi kebudayaan.
Terdapat empat dimensi budaya untuk menjelaskan
variabilitas,yaitu :
- Power distance, pengaruh perbedaan kekuasaan ketika
terjadi hubungan antar pribadi.
- Uncertainty avoidance, persetujuan masyarakat terhadap ancaman,
situasi ragu-ragu dan dan kepercayaan pada institusi yang membantu mereka
menghindari ketidak pastian.
- Masculinity / feminimity, peran jenis kelamin sangat menentukan
tentang perilaku pria dan wanita yang dapat diterima.
- Individualism, nilai-nilai budaya sejahtera individu
versus kelompok. Terdiri atas dua yaitu :
a.Collectivism culture, orang-orang yang menjadi
anggota kelompok bekerjasama untuk mencapai
tujuan.
b.Individualism
culture, tujuan individu lebih penting.
Analisis konsumen lintas
budaya banyak dilakukan dengan semakin maraknya globalisasi, antara lain untuk
mengetahui apa kesamaan dan perbedaan antara dua atau lebih budaya. Sehubungan
dengan kesamaan standarisasi produk lebih dimungkinkan, sedangkan perbedaan
selera dan pilihan produk antara konsumen lintas budaya mengharuskan pemasar
mencari cara beradaptasi supaya produknya diterima dinegara sasaran.
Ada kemungkinan standarisasi
produk diikuti dengan cara-cara berbisnis dan pemasaran yang berbeda antara negara
yang satu dengan negara yang lainnya. Banyak ahli beranggapan bahwa dalam
pemasaran global, akulturasi sangat dibutuhkan. Dan akulturasi harus dilakukan
oleh pemasar terhadap budaya lokal dan sebaliknya agar produk bisa diterima
dipasar sasaran konsumen juga harus dipengaruhi untuk menerima nilai-nilai
baru.
D. Budaya Dalam Prosses
Negoisasi
Bernegosiasi di Negara sendiri sudah cukp berat padahal anda berurusan
dengan kolega yang berfikir, memproses informasi, mempunyai seperangkat nilai dan
berbicara dengan bahasa yang sama seperti anda. Kini pertimbangkan suatu
situasi dimana hanya sedikit pengegtahuan yang diketahui, sedikit nilai yang
sama, bahasa yang di ucapkan berbeda cdan anda dengan mudah dapat melihat
bagaimana rumitnya menegoisasikan transaksi internasional.
Orang dari budaya yang berbeda menggunakan gaya negoisasi dan pendekatan
yang berbeda. Mereka memiliki gaya komunikasi yang berbeda, strategi yang
berbeda. Perbedaan itu terjadi dalam cara memandang, mengelola dan bagaimana cara
menyelesaikan suatu konflik.
Tips
negoisasi lintas budaya
-
adalah penting untuk memahami pentingnya
kedudukan di negara lain; mengetahui siapa pengambilan keputusan, membiasakan
dengan gaya bisnis perusahaan asing cdan dapat mengetahui masalah-masalah
dengan baik.
-
Prioritaskan apa yang paling penting
-
Belajarlah dari mpengalaman, apa yang berhasil
dimasa laluakan menjadi pertimbangan cara yang akan di lakukan selanjutnuya
oleh anda.
-
Ketahuilah profil dari perusahaan asing, apakah
mereka berorientasi pada tugas atau pada suatu hubungan.
-
Masslah waktu juga harus dipertimbangkan.
-
Selanjutnya pahami proses pengambilan
keputusan.
BAB III
KESIMPULAN
Seorang pemasar internasional harus akrab dengan
dunia, iklimnya, dan perbedaan-perbedaan topografi. Jika tidak, maka pentingnya
karakteristik-karakteristik topografi pemasaran yang penting yang berhubungan
dengan geografi akan terlewatkan saat melakukan pemasaran di negara lain.
Kebutuhan akan pengetahuan geografis dan historis masuk lebih dalam daripada
sekedar mampu untuk mengetahui lokasi benua dan negara-negaranya.
Rintangan-rintangan geografis harus dapat dikenali karena mempunyai pengaruh
langsung pada pemasaran dan aktivitas-aktivitas yang berhubungan dengan
komunikasi dan ditribusi. Dilakukannya atas sejarah dan geografis diperlukan
untuk member pemasar sebuah pemahaman mengapa sebuah Negara telah berkembang
dengan cara tertentu, dibandingkan sebagai sebuah panduan untuk mengadaptasi
rencana pemasaran.
Sebuah apresiasi yang lengkap dan menyeluruh dari asal
usul dan elemen kultur sangat mungkin merupakan keunggulan tunggal yang paling
berarti peting bagi seorng pemasar asing dalam mempersiapkan rencan dan
strategi pemasaran. Pemasar dapat mengendalikan produk yang ditawarkan ke dalam
pasar, tetapi mereka hanya mempunyai kendali yang terbatas atas lingkungan
cultural di mana rencana-rencana tersebut harus diterapkan. Karena mereka tidak
dapat mengendalikan semua pengaruh pada rencan pemasaran mereka, mereka harus
berusaha untuk mengantisipasi pengaruh akhir dari elemen di luar kendali, dan
merencanakan dengan sedemikian rupa agar elemen-elemen ini tidak menghalangi
pencapain tujuan pemasaran.
DAFTAR PUSTAKA
Mitchell Charles. (2001) :
Memahami Budaya Bisnis Internasional, PPM,
Jakarta
Aaker David A – Kumar V. – Day George S,
(2004) : Marketing Research, Eighth Edition, John Wiley & Sons, Inc, New
York – USA.
Cateora Philip R, Graham John L. (2007) :
Pemasaran Internasional, Edisi 13, Salemba Empat, Jakarta,
Craven David W., Piercy Nigel F. (2006) :
Strategic Marketing, International Edition, Mc Graw-Hill,
Kotabe Masaaki, Helsen Kristiaan (2004) :
Global Marketing Management, Third edition, Wiley International Edition.
Kuncoro Mudrajad, (2003) : Metode Riset
untuk Bisnis dan Ekonomi, -- , Erlangga, Jakarta – Indonesia.
Malhotra Naresh K, (2005) : Riset Pemasaran
; Pendekatan Terapan, Edisi Keempat, PT. Indeks, Jakarta – Indonesia.
Sugiyono, (2004) : Metode Penelitian
Bisnis, Cetakan Ketujuh, Alfabeta, Bandung – Indonesia.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar